We use affiliate links. If you purchase something using one of these links, we may receive compensation or commission.
Pencerahan akan hadir setelah menghancurkan dualisme ilusi, banyak jalan untuk mencapai pencerahan, disinilah peran Dasa Mahavidya, membantu menyibak tabir Maya, sesuai dengan kemampuan sadhaka dalam meraihnya.
Dasa Mahavidya yang dalam bahasa sansekerta, berarti sepuluh kebijaksanaan agung, mereka beranggotakan sepuluh Dewi-Dewi yang diperkenalkan dalam ajaran Tantra, Perkembangan Mahavidya merupakan sebuah titik balik penting dalam sejarah Shaktisme, karena ini menandai munculnya aspek Bhakti, yang mencapai puncaknya pada tahun 1700 M.
Dasa Mahavidya, pertama kali diperkenalkan pada era pasca-Purana, sekitar abad ke-6 M, ini merupakan gerakan teistik baru, di mana makhluk tertinggi digambarkan sebagai wujud seorang wanita, yang sekaligus merupakan awal dari cara menyembah Dewi Sakti.
Harmoni Siwa Dan Sakti
Siwa merupakan sumber cahaya, oleh karenanya dikenal sebagai Prakasa (Cahaya), dan Sakti merupakan kekuatan Siwa untuk mendistribusikan cahaya-Nya, sehingga alam semesta bisa terlihat. Sakti juga dikenal sebagai Wimarsa atau kesadaran. Sebuah cahaya tanpa kesadaran, atau kesadaran tanpa cahaya, tidak akan ada gunanya, dan berdasarkan dari prinsip ini, maka Siwa dan Sakti akan selalu saling bergantung, juga akan melekat satu sama lain (prakasa wimarsa samaras yatmaka parabrahma swarupini).
Sedangkan didalam diri manusia, Siwa hadir sebagai Jiwa dan Sakti hadir sebagai Maya. Sebagai Jiwa dan Maya, mereka tidak bisa dipisahkan. Namun, mereka baru akan bisa dipisahkan pada saat proses realisasi diri. Sakti akan mulai bergerak menjauh, ini dilakukan untuk mengungkapkan sifat sejati dari Siwa, yang hanya mampu diungkapkan oleh Sakti melalui Dasa Mahavidya. Ketika menuju tahap akhir dari realisasi diri, Sakti akan menjelma menjadi seorang Guru (Gurumurtih), bagi sadhaka dan memberikan pengetahuan mendalam mengenai Siwa (Sakti adalah Siwa-jnana-pradayini).
Terlepas dari keuntungan untuk mendapatkan materi, Sakti juga disembah dengan tujuan mewujudkan diri (Siwa). Oleh karena itu, pemujaan Sakti telah mencapai makna yang lebih besar, dan sering disebut sebagai kultus sakta atau tradisi sakta. Sakti memiliki dua aspek, satu bersifat spiritual atau Cit-Sakti (Kekuatan Kesadaran), dan yang lainnya adalah Maya-Sakti (kekuatan delusi), yang berkaitan dengan aspek materialistik kehidupan.
Berkah Sakti Bagi Kesadaran Manusia
Pada kenyataannya, tidak ada perbedaan diantara mereka berdua, karena saling tergantung satu sama lain. Siwa adalah energi statis sekaligus pemilik kekuatan Sakti (Swatantrya Sakti) sebagai energi kinetiknya. Mereka juga dikenal sebagai Nirguṇa Brahman dan Saguṇa Brahman, hanya dengan menyadari Saguṇa Brahman terlebih dahulu, seseorang baru bisa bergabung menjadi Nirguṇa Brahman, bentuk kesadaran yang paling murni dari Siwa.
Tetapi untuk mewujudkan keberadaan Siwa atau menyatu dengan-Nya, dibutuhkan stempel persetujuan dari Sakti, setelah melewati proses dan tahapan spiritual bersama Dasa Mahavidya. Tujuan utama memuja Sakti adalah, agar rahmat-Nya bisa menyatukan diri dengan Siwa (Sakti adalah kaivalya pada dayini). Sebagian besar dari ajaran Tantra, berkutat pada bentuk Kesadaran, yang secara nyata mereka menjelaskan tentang pendekatan praktis dan realistis, dalam mewujudkan keberadaan Tuhan.
“Tantra tidak mengajarkan mengenai Tuhan yang kedudukannya jauh terpisah. Tidak mengajarkan doktrin, bahwa Tuhan sebagai Sang Pencipta, mengatur alam semesta dari surga. Dalam pandangan Tantra, tubuh sadhaka adalah Semesta”.
-Arthur Avalon
Atmasakti di dalam tubuh adalah apa yang sedang dicari, dan itu merupakan dewa bagi sadhaka sendiri, yang sering disebut sebagai Iṣṭa Dewata. Pengungkapan Atmasakti, harus dilakukan melalui jalan realisasi diri atau Atmadarsana, ini harus dicapai melalui praktik, yang dikenal sebagai sadhana.
Pada akhirnya, memahami dan menyadari bahwa Atmasakti dan kekuatan tertinggi adalah Siwa, dengan pengungkapan ini akan melengkapi perjalanan spiritual seseorang bersama Dasa Mahavidya dan pada akhirnya mampu untuk mendapatkan pencerahan.
Tujuan Dasa Mahavidya
Dasa Mahavidya adalah sepuluh jenis disiplin, untuk mencapai tujuan akhir dari kehidupan spiritual seseorang. Kesepuluh Mahavidya ini juga dikenal sebagai Brahma Vidya. Sering kali disalah pahami, bahwa cukup mengejar salah satu dari disiplin Mahavidya ini, akan mengarah pada pencerahan.
Ini adalah gagasan yang salah. Karena dalam setiap sadhana, akan mampu membawa sadhaka, untuk menuju pencapaian spiritual tertinggi yaitu, pencerahan secara bertahap. Bukan berarti seseorang, akan segera terbebaskan, setelah menerima mantra dari seorang guru. Sadhana berarti mengarah langsung ke suatu tujuan (pencerahan), dan dalam proses membawa, melaksanakan, mencapai, memenuhi, menyelesaikan, menyempurnakan praktik dari spiritualnya.
Sadhana bukan hanya pemujaan ritual semata, memang ini akan dimulai dengan pemujaan ritual, dan selama periode waktu, akan mulai menyadari fakta, bahwa tubuh adalah kuil dan diri yang ada di dalam tubuh adalah Sanctum Sanctorum. Dikatakan bahwa tubuh adalah kuil dan jiwatman di dalam tubuh adalah diri.
Dari Jiwatman Menuju Paramatman
Apa perbedaan antara Paramatman Dan Jiwatman? Paramatman adalah nirmala atau kemurnian, tidak memiliki atribut atau guna dan tidak ada hal lain selain kemurnian. Jiwatman adalah bentuk dari Paramatman yang masih terbungkus , terselubungi dan ditutupi oleh kekuatannya sendiri yang dikenal sebagai Maya (delusi), penuh dengan ketidaktahuan spiritual.
Proses menyingkirkan selubung Maya dari Jiwatman dikenal sebagai sadhana. Apa yang akan terjadi bila selubung Maya disingkirkan? Akan ada Atmadarsana atau realisasi terhadap Siwa, bila ini terjadi maka akan mengarah pada pencerahan tertinggi.
Selaras Dengan Prakriti (Alam)
Tantra sastra lebih mengutamakan pada proses kesadaran, yang bisa dicapai melalui Purusartha (empat nilai kehidupan manusia), mereka adalah:
- Dharma (Kebenaran atau kebajikan).
- Artha (Harapan atau tujuan).
- Kama (Keinginan dan kesenangan).
- Mokṣa (pencerahan).
Disini sudah cukup jelas, bahwa kitab suci kuno, tidak melarang nilai-nilai kemanusiaan yang agung ini. Apa yang mereka garis bawahi dalam prosesnya adalah untuk tidak terikat pada nilai kehidupan manusia. Namun, dalam praktiknya, konsep ini salah dikutip dan disalah pahami.
Dari tiga purusartha pertama dikenal sebagai triwarga (Dharma, Artha dan Kama). Dharma bukanlah kumpulan diktum dari Kitab Suci, yang sebagian besar berasal dari pasca Weda, melainkan memiliki arti sebagai hukum alam atau Prakriti.
Manusia hidup harus selaras dengan alam, bila sebuah perbuatan dianggap kurang atau berlebihan dilakukan, maka prakriti akan terganggu, sehingga akan menimbulkan dosha yang tidak seimbang dan menghentikan nikmat dari tubuh, ini dikenal sebagai hukum alam, yang dikendalikan oleh Sakti. Selama selaras dalam hukum alam, maka tidak akan ada yang salah. Inilah yang sebenarnya dianjurkan oleh Tantra sastra.
Sedangkan Kama berarti sensualitas, yang dasarnya adalah Kamasutra dari Watsyayana (abad ke-4). Dalam Kamasutra ada 64 jenis postur yang dijelaskan dan masing-masing postur ini, memiliki hubungan dengan masing-masing dari 64 Tantra sastra, yang dijelaskan oleh Siwa kepada Sakti. Menurut Tantra sastra konjugasi, juga terkait dengan Kesadaran. Tantra berpendapat, ketika semuanya adalah Siwa, mengapa mengesampingkan seksualitas?
Material Dan Spiritual Harus Saling Mendukung
Jalan spiritual tidak bisa eksis secara independen dari jalan hedonis, namun harus ada integrasi yang harmonis, di antara keduanya, hanya dengan demikian, maka puncak spiritualitas bisa dicapai bersama, dengan kenyamanan material melalui cara-cara yang benar.
Integrasi yang mutlak dan sempurna harus ada diantara kehidupan material dan spiritual. Tanpa adanya tubuh, bagaimana manusia bisa fokus pada nafas dan pikiran untuk mewujudkan Siwa yang ada di dalam? Ini semua adalah tentang spontanitas dalam kehidupan seorang sadhaka. Apakah spontanitas itu sendiri? Ini merupakan bentuk kualitas yang datang dari perasaan secara alami tanpa tekanan. Inilah yang dianjurkan Tantra.
Namun, kebebasan suci ini tidak boleh dikacaukan dengan impulsif. penganut Tantra tidak memiliki satupun keinginan, yang tidak terpuaskan atau tersembunyi, saat ia mengalami segalanya melalui sadananya yang keras. Penekanan perasaan, tidak akan pernah membawa kita maju dalam jalan spiritual karena pikiran akan mengembara di sekitar penindasan saja dan dengan keadaan pikiran seperti ini, maka spontanitas ilahi tidak akan pernah bisa diraih. Tantra menerima bentuk keinginan alami manusia sebagai satu-satunya kekuatan pendorong alam semesta dan tidak menganjurkan cara-cara penolakan keinginan. Ini yang signifikan perbedaan antara Vedanta dan Tantra.
Asal Usul Dasa Mahavidya
Sebagian besar praktik dalam Dasa Mahavidya berada di bawah sistem Tantra. Tetapi intensitas sistem bervariasi tergantung pada Silsilah Guru. Beberapa mengikuti jalur pengiwa, beberapa jalur penegen dan beberapa menggunakan lima M (panchamakara), dan lain sebagainya.
Dasa Mahavidya, menjelaskan mengenai sepuluh wujud Dewi Parasakti yang sama (apara, para dan parapara), tetapi memiliki kualitas yang berbeda seperti kekuatan, kesenangan, keindahan, kekayaan, sebagai wujud dalam manifestasi-Nya.
Parasakti adalah Citsakti dan Mayasakti. Langkah pertama harus dipahami secara menyeluruh, baru kemudian proses perjalanan spiritual seseorang, sampai pada kesimpulan logis. Ada banyak pandangan yang berbeda mengenai asal-usul dari Dasa Mahavidya sendiri, semuanya berkaitan dengan purana, yang salah satu ceritanya seperti dibawah ini.
Siwa sangat marah terhadap istrinya Sati, karena memutuskan secara sepihak untuk menghadiri Yajna(upacara) yang dipimpin oleh ayahnya, Daksa. Siwa tidak berusaha untuk merayu Sati yang merajuk, istrinya menjadi marah dan sangat murka, kemarahan ini tercermin di matanya. Karena Siwa tidak mampu menatap mata Sati yang merah dan murka, kemudian mulai menutup matanya dan ketika mulai membuka matanya kembali, Dia melihat sosok wanita dengan yang melepuh dan berkilau.
Siwa yang sangat takut dengan, kemudian mulai melarikan diri darinya. Untuk memastikan bahwa Siwa tidak lari menjauh, Sati memanifestasikan dirinya dalam sepuluh bentuk yang berbeda. Ketika Siwa bertanya siapa sepuluh wanita tersebut, Sati mengatakan, bahwa mereka dikenal sebagai Kali, Tara, sodasi, Bhuvaneswari, Chinnamasta, Tripura Bhairawi, Dhumawati, Bagalamukhi, Mataṅgi dan Kamalamitka.
Cerita dalam Siwa Purana memberikan versi yang berbeda. Namun, yang penting di sini adalah, benang merah dari semua pemujaan ini, hanya mengarah ke Parasakti, sumber dari semua dewa dan dewi, serta kekuatan yang dialokasikan untuk mereka menghasilkan segala sesuatu yang lain. Dasa Mahavidya adalah Kekuatan Independen dan Absolut Parama Siwa dan hanya melalui rahmatnya, manusia bisa bergabung dengan Parama Siwa yang memberikan jalan untuk dibebaskan dari ikatan Maya.
Posisi Dari Sepuluh Dewi Mahavidya Dalam Tubuh.
1. Kali | |
Mengendalikan jantung serta chakra di jantung. Beliau juga mengontrol pergerakan darah. | |
2. Tara | |
Mengendalikan lidah, memegang kendali penuh atas tahap akhir pasyanti wicara. Ini adalah proses beliau terhubung dengan pengetahuan, mengontrol cakra pusar dan naik ke Ajnacakra. | |
3. Tripura Sundari | |
Beliau bersemayam di Sahasrara, cakra mahkota. | |
4. Bhuvaneswari | |
Beliau adalah ruang di mana jiwa menempati cakra di jantung. Menurut Katha Upanisad, Diri bersemayam di dalam gua di dalam hati. Gua ini juga dikatakan sebagai ruang akasa. | |
5. Chinnamasta | |
Beliau juga ikut mengendalikan Ajnacakra dan bertanggung jawab atas gerakan prana untuk naik. | |
6. Tripura Bhairawi | |
Bertempat di cakra muladhara sebagai wujud Dewi Kundalini, dikatakan bahwa Kundalini adalah nama lainnya. | |
7. Dhumawati | |
Beliau juga bersemayam di cakra jantung. Tapi energinya lebih kuat dan pada saat yang sama juga halus. Pikiran dan emosi negatif akan segera muncul dalam benak, ketika energinya mulai hiperaktif. | |
8. Bagalamukhi | |
Beliau bertempat di langit-langit mulut, disebut Indra yoni (atau Indra yoga) atau lubang Indra. Bagian ini sangat penting, karena nektar Ilahi (cairan serebrospinal) menetes dari tengkorak melalui lubang ini. Beliau juga terkait dengan cakra jantung dan memainkan peran penting dalam transmigrasi. | |
9. Matangi | |
Beliau memimpin chakra tenggorokan (visuddhi) dan mengontrol penyampaian ucapan. Oleh karena itu diperlakukan setara dengan Dewi Saraswati, karena juga mengendalikan Nadi Saraswati yang bergerak dari Ajnacakra ke ujung lidah, memberikan kemampuan untuk meramal. | |
10. Kamalatmika | |
Meresapi chakra jantung dan menyebabkan segala macam keberuntungan dan keindahan pikiran. Dia sepenuhnya bekerja di dunia material dan memenuhi semua keinginan material. Hanya dengan pemenuhan keinginan material, maka realisasi diri memungkinkan untuk terjadi. Tanpa menyadari diri yang ada di dalam, pencerahan tidak mungkin terjadi. Oleh karena itu, pencarian spiritual yang mendasar dari seseorang yang ditangani oleh beliau dan terus tinggal sampai melintasi semua keinginan materialistis. Beliau menegaskan bahwa tubu adalah kuil dan jiwa didalam tubuh adalah sanctum sanctorum. |
Bila kita melihat penempatannya di tubuh manusia, hampir semua dari Dasa Mahavidya terkait dengan chakra yang lebih tinggi, kecuali Tripura Bhairawi, yang ditempatkan di Muladhara, sebagai pembimbing dari awal proses hingga akhir. Sepuluh Sakti bekerja pada tubuh halus, menanamkan pengetahuan spiritual yang lebih tinggi. Bila kita serius melihat fungsi dan kemampuan dari sepuluh Sakti ini, maka masing-masing dari Dasa Mahavidya , akan mampu untuk mengendalikan aktivitas, dan memiliki atribut yang berbeda, atau dengan aspek yang berbeda dari pikiran dan intelek.
Ketika mereka digambarkan secara mesra, itu menandakan makna yang lebih dalam, dari persatuan antara Siwa dan sakti. Sedangkan seperti Dhumawati, digambarkan sebagai wujud yang mengerikan, hal ini untuk menyampaikan makna, bahwa Siwa tidak hanya baik, namun juga sama buruknya. Bila Siwa tidak digambarkan sebagai wujud yang baik dan buruk, maka Siwa tidak akan pernah bisa disebut sebagai yang Maha Ada.
Kekuatan Siwa adalah Sakti dan kekuatan tersebut bermanifestasi, melalui berbagai atribut dalam bentuk sepuluh Sakti ini. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, karena keberadaan kesepuluh Sakti diperlukan untuk manusia. Setiap Sakti ini bekerja pada tubuh halus untuk menghasilkan pengetahuan tertinggi, yang memimpin realisasi Siwa dari dalam, dan akhirnya menjadi satu dengan Siwa yaitu pencerahan.
Selama tahap akhir dari pencerahan, tidak akan ada mantra dan tidak ada lagi praktik, suara akan kembali kepemiliknya. Mantra hanya bisa membantu sampai batas tertentu, pada tahap awal kehidupan spiritual. Mantra hanya untuk melindungi pikiran, bukan untuk mengendalikan pikiran.
Kekuatan dari mantra yang dilantunkan, menyebabkan getaran halus di sekujur tubuh, yang membuat salah satu dari Dasa Mahavidya, yaitu Dewi kundalini terbangun dan beranjak untuk naik, pengetahuan mulai terungkap sedikit demi sedikit dalam tahap ini, selanjutnya mantra akan meresap ke dalam pikiran bawah sadar, menuju chakra manas dan penggunaan mantra sudah tidak diperlukan lagi, dalam tahap ini dan seterusnya. Meditasi tingkat tinggi secara otomatis akan terjadi, dan memicu keadaan tidak sadarkan diri sadhaka.
Seseorang akan mampu untuk menyadari keberadaan diri, selama dalam proses tidak sadarkan diri. Tidak diperlukan lagi duduk berjam-jam untuk bisa mencapai meditasi tingkat tinggi, melainkan hanya sepuluh hingga dua puluh menit,sudah cukup, karena bantuan dari Dasa Mahavidya. Selama tahap meditasi ini, ego akan dilebur menjadi hampir tidak ada, semua keragu-raguan akan dilenyapkan (amala vijnana). Ketika ego dilebur dan pikiran menjadi murni, kesadaran seseorang menjadi lebih murni, dan lebih murni lagi selama periode waktu tertentu untuk memahami Siwa.