We use affiliate links. If you purchase something using one of these links, we may receive compensation or commission.
Bhuwaneswari merupakan dewi keempat dari sepuluh Mahavidya. Sedangkan Bhuvanesvara merupakan penguasa alam semesta (sebagai salah satu dari manifestasi Siwa) dan istrinya adalah Bhuwaneswari, yang menguasai akasa atau ruang tattva.
Bhuwaneswari dijelaskan seperti ini dalam teks Lalita Sahasranama, Bhuwana berarti alam semesta dan beliau adalah penguasa (Iswari) alam semesta ini. Tujuh alam di bawah, dan tujuh alam di atas bumi, yang mana semuanya disebut sebagai alam semesta. Empat belas alam ini mewakili produk dari lima Tatwa dan Antah-karana.
Menurut Taittiriya Upanishad, akasa adalah hal pertama yang beliau ciptakan diantara ciptaan lainnya, dikatakan bahwa:
“Dari diri ini muncul ruang, dari angkasa, muncul udara, dari udara muncul api, dari api muncul air, dari air muncul tanah, dari tanah muncul tumbuh-tumbuhan dan dari tumbuh-tumbuhan muncul makanan dan dari makanan muncul manusia.”
Mengenal Dewi Bhuwaneswari
Kata Bhuwaneswari adalah gabungan dari kata Bhuwana Iswari, yang berarti “Dewi dunia” atau “Ratu alam semesta”, di mana dunia adalah tri-bhuwana, tri loki atau tiga wilayah bhur (Bumi), bhuwah (atmosfer) dan swah (Surga).
Bhuwaneswari digambarkan dengan kulitnya yang berwarna merah. Memiliki tiga mata, empat lengan, rambut dikepang dan dibalut dengan ornamen merah. Beliau mengenakan karangan bunga teratai, dan tubuhnya diolesi dengan pasta cendana, yang juga berwarna merah. Memegang tongkat dan tali dengan tangan kirinya, sementara di tangan yang lain memegang pahat.
Pahat adalah representasi simbolis dari pemusnahan orang berdosa. Dalam beberapa deskripsi, pahat tidak dijelaskan dan sebaliknya yang dijelaskan adalah Varada Mudra, yang melambangkan pemberian anugerah, dan Abhaya Mudra, simbol menawarkan keamanan dan menawarkan kedamaian, dan keselamatan. Mengenakan mahkota dengan ornamen bulan sabit sebagai permatanya di puncak.
Mengenal Konsep Loka (alam di semesta)
Ada tujuh alam atas dan tujuh alam bawah, yang kita bahas terlebih dahulu adalah tujuh alam atas, mereka adalah bhur, bhuwah, swah, mahar, jana, tapas dan satya.
Sedangkan ketiga alam ini (bhur, bhuwah, swah), yang secara kolektif dikenal sebagai tri loki, yang dikenal dengan alam dari kepribadian. Kama (keinginan) adalah prinsip, yang menuntun keberadaan dari Tri Loki tersebut, pengulangan dari kelahiran dan dilahirkan kembali, merupakan karakteristik utamanya. Setiap malam Brahma, ketiga alam ini akan dimusnahkan, dan memindahkan energinya, ke alam yang lebih tinggi, kemudian Triloki akan diciptakan kembali, ketika menjelang Siang.
- Bhur adalah alam terestrial.
- Bhuwah adalah alam astral
- Swah adalah alam kama atau keinginan.
Mahar-Loka adalah alam penghubung antara Tri-Loki dengan tiga loka berikutnya yang lebih tinggi. Aliran sekolah Weda sangat menekankan, ini ada hubungan erat dengan keberadaan para dewa yang berdiam di Swar, Swarga atau Indra Loka, dan keberadaan ini dikenal sebagai Yadnya Weda.
Pelaksanaan Yadnya Weda hanya mengarah kepada, memberikan kepuasan dari Kama yang terus menerus di Swar-Loka, Namun betapapun lamanya periode tersebut, tetap dibatasi oleh besarnya gaya (Apurwa) yang menopang individualitas dalam Swar-Loka. Seperti yang sudah jelas disampaikan dalam Gita, ketika pahala telah habis, umat dari dharma Weda akan masuk kembali ke dunia fana.
Perjalanan kelahiran dan dilahirkan selanjutnya mulai diatur kembali, dengan transformasi konstan dengan semua kesengsaraan dan keberadaan yang dikondisikan oleh kepribadian individu sendiri.
Dibawah Bumi atau Bhur masih ada tujuh alam lagi, mereka adalah. Atala Vitala, Sutala, Talatala, Mahatala, Rasatala dan Patala. Jarak mereka masing-masing terpisah sepuluh ribu Yojana.
Di alam bagian bawah ini berdiam, Daitya, Danawa, dan Naga. Dibandingkan dengan kenikmatan di Swarga tempat para Dewa, di alam bawah ini kenikmatan, kekuatan, kegembiraan dan kemewahan mereka jauh lebih besar.
Rumah, kebun dan tempat bermain mereka sangatlah berlimpah, tampak selalu ceria dan terikat dengan istri, anak, teman serta pembantunya. Dengan rahmat dari Iswara, keinginan mereka selalu dikabulkan. Tidak ada pembagian waktu seperti ketika di bumi, karena sinar matahari tidak bisa memasuki area tersebut, dan mereka tidak bermasalah dengan waktu.
Kegelapan yang pernah menyelimuti disana, sudah disingkirkan oleh cahaya dari batu mulia yang berasal dari kepala raja ular. Orang-orang dunia bawah menggunakan ramuan dan obat-obatan yang memiliki kekuatan istimewa, sehingga mereka tidak memiliki gejala penyakit, usia tua, serta kelemahan badan. Bahkan tidak bisa mati, kecuali disebabkan oleh Cakra Sudarsana.
Kesadaran ke Empat atau Turiya
Dalam filsafat Hindu, turiya dalam bahasa Sansekerta berarti “keempat” atau chaturiya, chaturtha, yang merupakan kesadaran murni. Turiya adalah latar belakang yang mendasari, dan meliputi dari tiga kondisi kesadaran manusia secara umum, dimana Maya masih memiliki kekuatan untuk menyelimutinya dengan ilusi, hanya orang yang mampu masuk dalam kesadaran ke empat, atau yang dikenal dengan Turiya akan mampu untuk menyingkapnya.
Berdasarkan gagasan yang dikemukakan dalam Mandukya Upanishad, ada tiga keadaan kesadaran umum yaitu, bangun (jagrata), bermimpi (swapna), dan tidur nyenyak (susupti).
- Jagrata, Keadaan pertama adalah kesadaran terjaga, di mana kita menyadari dunia kita sehari-hari. Di gambarkan sebagai pengetahuan lahiriah, kasar dan universal. Dalam kesadaran terjaga, masih ada rasa ‘aku’ (identitas diri) dan kesadaran pikiran.
- Swapna, Keadaan kedua adalah pikiran yang bermimpi. Digambarkan sebagai pengetahuan batin, halus, dan pembakaran. Dalam keadaan tidur atau mimpi, tidak ada atau sedikit rasa ‘aku’, namun, ada kesadaran dalam pikiran.
- Susupati, Kondisi ketiga adalah kondisi tidur nyenyak. Dalam keadaan ini, landasan kesadaran yang mendasarinya tidak terganggu. Beliau adalah Tuhan dari semua, yang mengetahui semua, pengendali batin, sumber dari semua, asal mula dan hancurnya makhluk ciptaan. Bangun dan bermimpi bukanlah pengalaman sejati, dari realitas dan kebenaran metafisik, karena sifat dualistik subjek dan objek, diri dan bukan-diri, ego, dan non-ego.
Selubung Ilusi Dari Maya Sakti
Bhuwaneswari atau Mahamaya adalah sumber dari semua pengetahuan, sumber dari delusi dan juga pelepasan dari delusi. Beliau adalah fondasi dan pendukung alam semesta ini, dan semua kemungkinan yang terjadi di alam semesta. Di sebut dengan nama Adya karena berarti “yang pertama dan karena itu beliau abadi, tidak memiliki awal dan akhir, serta selalu ada.”
Meskipun tanpa awal dan tanpa akhir, Mahamaya mungkin ada dalam keadaan termanifestasi atau tidak termanifestasi. Ketika sedang berwujud bertindak sebagai sumber alam semesta dalam bentuk kinetik-Nya dan ketika alam semesta larut beliau menjadi diam, tidak ada lagi. Berbentuk energi apakah itu kinetik atau potensial; hanya bentuknya saja yang berbeda.
Kita mampu untuk mempelajari beberapa hal dari beliau, tetapi tidak akan pernah bisa menemukan asal usul, Adya. Kita tidak harus berusaha untuk mencari tahu mengenai keberadaannya, bukan karena memang itu tidak untuk diketahui, hanya saja tidak bisa diketahui. Tetapi ketika pembaca menyatu dan menjadi Mahamaya sendiri, maka tidak ada pertanyaan tentang perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui.
Bagaimana mungkin ada pengetahuan tentang Mahamaya, ketika kita telah menyatu dengan-Nya? Ibu, Sakti, Maya, tiga kata ini menggambarkan beliau. Tapi masing-masing menekankan atribut yang berbeda. Maya merupakan aspek delusinya, Kapasitasnya untuk mengikat sesuatu ke bentuk terbatas. Sakti aspeknya yang berbentuk kekuatan dan energi. Dan Ibu, menunjukkan aspek keibuannya, Keibuan alam semesta.
Banyak orang yang takut terhadap jerat ilusi Maya karena tugasnya adalah memikat, menjebak, mengikat, untuk mencegah seseorang lepas, dari siklus kelahiran dan kematian. Mengapa harus takut kepadanya, kecuali kita merasa tidak yakin, untuk mampu menolak bujukan-Nya? Namun, Mahamaya hanya melakukan pekerjaannya. Bagi seseorang yang mampu untuk menguasai diri sendiri, Maya tidak akan mampu untuk mempengaruhinya, sehingga tidak ada alasan untuk takut ataupun membencinya.
Maya hanya bisa hadir dimana disitu ada dualitas, alam semesta penuh dengan prinsip dasar seperti, laki-laki dan perempuan, positif dan negatif, aktif dan pasif. Para filsafat berpendapat bahwa jiwa hanya satu, dan itu tidak terpisahkan dalam kondisi Sat-Chit-Ananda, atau yang lebih dikenal sebagai (keberadaan,kesadaran,kebahagiaan).
Namun jiwa tidak mampu menemukan jati dirinya sendiri, kecuali ada pengamat, seseorang yang mampu untuk melihat realitas. Pengamat tidak bisa hadir, ketika seluruh alam semesta masih dalam keadaan non dualitas, karena semua masih dalam kondisi satu tidak terbedakan, tidak ada perbedaan yang mungkin antara pengamat dan yang diamati.
Supaya bisa memuaskan keinginan pengamat ini, maka Sakti kemudian memproyeksikan dirinya. Sakti ini adalah Adya, bentuk yang tidak bisa dibedakan, totalitas dari semua alam semesta. Beliau tidak terbatas dan mutlak seperti jiwa universal atau Atman itu sendiri, dan satu-satunya perbedaan di antara mereka adalah, bahwa Sakti merasa dirinya dipisahkan dari Siwa (jiwa), itu sebabnya manusia selalu berusaha untuk mencari belahan jiwanya, Atman yang tidak berubah, dan inilah yang memberi dorongan kepada Sakti, untuk mencoba menemukan-Nya dan bersatu kembali dengan-Nya (dalam bentuk kundalini menemukan kesadarannya).
Adya sendiri tidak menyadari, bagaimana dia mampu untuk memproyeksikan. Seluruh proyeksi itu spontan karena kegembiraan, kegembiraan yang luar biasa dari keberadaan atau Sat-Chit-Ananda. Karena proses proyeksi ini tidak diketahui semua orang, maka disebut sebagai Maya.
Akhirnya Adya sendiri mulai menjadi individual. Di dalam dirinya, ego yang terpisah mulai berkembang dan dan menjadi individu. Pada beberapa titik, bentuk-bentuk yang berkembang biak ini mulai meraba-raba sosok, yang dianggap lebih tinggi, pada tahap ini jiwa universal, mulai mendapatkan pengamat yang telah ia dambakan.
Setiap individu memulai pencarian ini dengan perasaan ragu-ragu, tetapi setiap individu suatu hari nanti, akan kembali bersatu dengan yang tidak terwujud. Ketika dalam kondisi terpisah Jiwa dan Adya masing-masing tidak berdaya, bersama-sama mereka menciptakan permainan yang indah. Saat pemutaran selesai, dan proyeksi diserap kembali kedalam “proyektor”, hingga siklus berikutnya dari penciptaan akan berulang.
Kepribadian individu, ketika diliputi oleh kegembiraan, akan mampu untuk menciptakan berbagai gelombang pikiran, yang memproyeksikan pemenuhannya sendiri. Ini seperti proyeksi kosmik, tetapi, karena ketidakmurnian, itu menjadi terbatas. Gelombang pikiran ini diproyeksikan dari tubuh kausal, sebagai akibat dari karma masa lalu dan oleh karena itu tidak sempurna.
Kebanyakan orang lupa, bahwa pikiran ini hanya manifestasi sementara, dan mereka mencoba untuk berpegang teguh pada pikiran tersebut, atau justru akan menghindarinya, bila mereka merasa tidak nyaman. Tetapi bila mengetahui apa itu manifestasi sementara dari pikiran, kita bisa memilih cara untuk menghancurkannya.
Kepuasan dari semua keinginan adalah satu-satunya cara untuk bebas dari Maya. Ketika semua proyeksi yang tidak sempurna dihilangkan, maka hanya hal-hal nyata yang bisa dilihat. Maya sangat menakutkan, dan itu memang benar. Sebenarnya, menakut-nakuti itu fungsi Maya yang sebenarnya. Maya akan selalu berusaha untuk menakut-nakuti, namun tidak akan pernah memukul, bila kita mencoba mendekat.
Seseorang akan merasa takut segera mati, bila mereka harus merelakan apapun yang telah diperoleh dalam hidupnya. Tapi faktanya semua orang akan mati, cepat atau lambat. Selama mampu untuk menjaga akal tentang siapa diri ini, maka Maya tidak akan mampu berkutik.
Namun, bila ada satu keraguan kecil, dan itu akan sangat mungkin, untuk membuat kesalahan dalam sadhana, dan bahkan kesalahan sekecil apapun, bisa berarti kematian yang akan menyiksa, dan kemudian mendapat kartu keanggotaan abadi dalam persaudaraan roh.
Contohnya, mangga muda sangat enak dipandang, tetapi cukup asam untuk lidah. Namun, dengan sedikit sudut pandang, Anda akan menyadari bahwa mangga hijau, hanyalah sebuah tahap sementara dalam perkembangannya. Dan ketika melihat mangga tersebut mulai menguning dan matang, Anda bisa merasakan bahwa mangga itu pasti manis. Seseorang harus menyadari ketidakkekalan tersebut, keadaan mangga yang masih muda dan kita tidak bergantung padanya untuk terus diam memandangnya.
Dengan Proyeksinya yang dinamis, maka disebut Sakti. Energi yang memancar secara spontan dan kemudian dikendalikan. Sakti harus selalu dikendalikan, bila tidak maka tidak akan berharga atau malah berbahaya, seperti listrik yang tidak terkontrol. Sakti hanya bernilai ketika telah dikondisikan dan Dewa Siwa sebagai pengkondisi, aspek laki-laki dari jiwa Universal.
Dewa Siwa selalu digambarkan dengan tiga mata. Selama mata ketiganya tertutup, maka Maya bisa hadir, karena beliau hanya memiliki dua mata, dualitas, dan Maya adalah inti dari dualitas. Tetapi ketika mata ketiga (mata Jnana-kebijaksanaan transenden) mulai terbuka, yang terlihat adalah kesatuan. Mata ketiga tidak mampu untuk membedakan dengan cara apapun, dan kosmos hanya bisa terwujud melalui adanya dualitas.
Selama mata ketiga Dewa Siwa terbuka, tidak ada yang bisa hadir selain kondisi yang tidak terbedakan. Ketika mata tersebut menutup kembali, maka Dewa Siwa kembali tunduk pada dualitas, dan kosmos bisa hadir kembali.
Manfaat Memuja Dewi Bhuwaneswari
Dewi Bhuwaneswari adalah penguasa seluruh dunia. Disembah dan dipuja bahkan oleh para Dewa dan Yogi. Manfaat berikut bisa dicapai dengan memuja beliau.
- Diberkati dengan kepribadian yang memukau.
- Kemakmuran dan stabilitas keuangan menyeluruh.
- Menyingkirkan rintangan dalam mendapatkan rumah, kendaraan, dan apapun yang diinginkan.
- Diberikan keberanian, kepercayaan diri, dan kepekaan.
- Melindungi umat dari pengaruh negatif planet Merkurius.
- Melindungi dari penyakit, musuh, dan berbagai masalah.
- Mampu memimpin kehidupan berkeluarga, yang menyenangkan dan mendapatkan ketenaran.
Mantra Bhuwaneswari
Bhuwaneswari Bija adalah “Hrim”, yang dikenal juga sebagai Bija Maya. Bija yang memiliki kemampuan, untuk menciptakan sesuatu dan dianggap, sebagai salah satu dari bija terkuat. Mengapa demikian, karena bija tersebut merupakan kombinasi dari Bija Siwa, Agni, dan Kamakala.
Bija Hrim, yang disebut juga sebagai Sakta Pranawa atau Sakti Pranawa, yang artinya para penyembah Sakti menyebut Hrim sebagai Bija Pranawa Sakti. Pranawa adalah Om tertinggi, kekuatan Bija Hrim sama dengan Om. Itulah sebabnya dalam mantra Pancadasi setiap kuta atau kelompok diakhiri oleh bija Hrim.
Hrim adalah kombinasi dari bija ha+ra+i+ma+bindu(‘). Ha mengacu pada manifestasi, ra menunjukkan involusi (tindakan menyelubungi atau, tindakan Maya), i menunjukkan kesempurnaan dan titik bindu dari bija mengendalikan semuanya. Oleh karena itu, Hrim berarti manifestasi, involusi, dan kesempurnaan. Munculnya bentuk tubuh, yang terbungkus oleh kesempurnaan, adalah arti harfiah dari bija Hrim.
Sudah dijelaskan bahwa Maya atau ilusi, yang menyebabkan selubung disekitar Brahman, dan selubung ini hanya bisa disingkirkan dengan cara, seseorang harus mampu untuk menyadari kesadaran tertinggi dari Sakti. Kecuali energi kinetik (Sakti) sepenuhnya terealisasikan, tidak mungkin merasakan getaran dari Dewa Siwa, energi statis. Bija ini juga disebut sebagai Bija Siwa-Sakti, ha dari Bija Siwa dan im dari Kamakala.
Bija ra menggabungkan kedua bija ini untuk membentuk satu Bija Siwa-Sakti, peran ra dalam bija manapun sangat signifikan, suara ra adalah kepala dari semua suara dan setiap hrim dilantunkan, itu menghasilkan kedamaian dan keberuntungan.
Dalam bija manapun, bindu memiliki peran penting dan sebagian besar bija memiliki bindu. Contohnya dalam huruf ha, ketika sebuah titik ditempatkan diatas ha ini, itu akan menjadi ham. Tanpa ditambah bindu, alfabet tetap sebagai alfabet, dan akan menjadi bija, apabila ada titik ditambahkan di atas alfabet.
Bindu meskipun kecil, namun sangat kuat. Ada tiga sub divisi utama dalam bindu, yang mengarah ke penyatuan Siwa dan Sakti, darimana tindakan eksklusif brahman yaitu, penciptaan, rezeki dan kehancuran berasal.
Tiga sub divisi utama adalah bindu yang mewakili Siwa, Bija mewakili Sakti dan Nada mewakili mereka berdua. Bindu diatas ha, maka alfabet seperti hrim akan diucapkan seperti ham. Bija ham ini adalah komponen dari hrim yang mewakili penciptaan (h) rezeki (a) dan kehancuran (m) tiga fungsi dari Brahman. Bindu akan mengalami perubahan halus dari asal ke penggunaanya. Itu berasal dari para Sakti dan dimodifikasi sebagai pasyanti madhyama dan disampaikan dengan cara Vaikari.
Pada saat penyampaian, ia mengalami modifikasi melalui delapan tahap untuk memperoleh kekuatan dari lima elemen dasar, dan diberkati oleh Brahma, Viṣṇuan dan Rudra. Perjalanannya dimulai dari cakra jantung dengan huruf ‘a’, bergerak ke cakra tenggorokan dan bergabung dengan ‘u’ dan selanjutnya naik ke langit-langit di mana ia bergabung dengan ‘ṁ’, inilah tiga komponen OM (a + u +ṁ ).
Dari langit-langit mulut, mantra bergerak ke dahi di mana energi kosmiknya diperoleh dan diterima melalui cakra mahkota, memasuki dunia Sunya (vakum kosmik), di mana tidak ada energi yang beroperasi, bergerak lebih jauh ke atas menuju bagian atas tengkorak, membentuk hubungan melalui Brahmarandhra dengan Maha Sunya (kekosongan kosmik besar), di mana Penciptaan mengambil alih.
Ketika bergerak lebih jauh lagi, ciptaan tersebut akan menjadi energi transendental dan kehidupan, mulai ada dari kecemerlangan kosmik yang menerangi diri. Itulah sebabnya bindu dikatakan berbentuk titik bercahaya seperti matahari, lahir dari penyatuan Siwa dan Sakti. Tidak ada pembedaan antara gabungan bija hrim dan kombinasi Siwa-Sakti, yang merupakan titik asal dan titik musnahnya alam semesta ini.
- Mantra satu huruf, dikenal sebagai mantra ekaksara, yaitu hrim.
- Mantra tiga huruf yang dikenal sebagai mantra traksara, yaitu aim hrim srim.
Di sini Bija Bhuwaneswari terbungkus antara Bija Saraswati dan Laksmi yang masing-masing berada awal dan di akhir.
Akhir Kata
Bila pembaca ingin maju secara spiritual, yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah dengan melupakan segalanya, kecuali wajah dari ibu Bhuwaneswari, beliau memberikan semua kosmos untuk memastikan anaknya mendapatkan semua keinginannya. Namun bila tiba pada tahap, dimana pembaca mampu, untuk melewatkan semua godaanya, beliau akan menerima sebagai anak-Nya sendiri, maka selanjutnya tidak pernah lagi ada yang perlu dikhawatirkan sepanjang hidup.